Rabu, 07 Mei 2014

Tuhan, izinkan aku memohon pada-Mu...





Jika engkau bersedih karena kehilangan seseorang,
            Sebenarnya jauh dilubuk hatimu yang paling dalam
            Engkau sedang mensyukuri sambil terharu
            Bahwa dia pernah ada bersama-sama dengan dirimu.
            (Kahlil Gibran)

Panas yang terik tak dihiraukan oleh seorang pria tua yang berjalan terseok-seok mendekati sebuah rumah sakit di Yogyakarta, RSI Hidayatullah. Teringat kakekku yang meninggal beberapa bulan lalu karena kanker paru-paru. Dengan terbatuk-batuk dan memegangi tongkatnya kulihat ia bertanya pada satpam yang berjaga di depan ruang UGD rumah sakit. Lantas masuk. Ah, mengapa aku pedulikan pria tua itu? Toh aku tak mengenalnya. Dadaku masih terasa sesak, aku cepat-cepat menstater motorku, teringat seonggok cucian yang kuletakkan di pojokan kamar kosku. Wajar, anak kos. Dikejar deadline mencuci seminggu sekali. Heuheu.
Yogyakarta, 12 Mei 2013
“Sam, sebaiknya kau berhentikan aktifitasmu merokok. Rupanya paru-parumu sudah tak lagi menerima dengan senang hati asap-asap yang kau anggap nikmat dan menenangkan itu”. Sambil tidur-tiduran sesampainya di kos, kata-kata dokter membuatku tak mampu memejamkan mataku untuk sekedar mendinginkan kepalaku dari sengatan panasnya matahari siang ini.


Apa yang harus kukatakan pada ayah atas apa yang terjadi padaku ini, sudah lama setiap aku pulang ke tanah kelahiranku di Semarang, ibuku tak henti-hentinya cerewet panjang lebar pada anak-anaknya untuk tidak merokok. Gerakan anti merokok, itulah yang ditekankan ibuku dalam keluargaku. Trauma karena ayahnya yaitu kakekku divonis dokter mengalami kanker paru-paru sudah lima tahun yang lalu tetapi baru diketahui setelah kakek tiba-tiba muntah darah, pada waktu itu. Apakah aku mewarisi penyakit kakek? Tapi mengapa aku? Hh, tapi aku sadar selama ini memang rokok adalah teman setiaku, apapun itu hanya laki-lakilah yang mampu menjelaskannya.
Angan-anganku melayang kejadian dua tahun yang lalu.
Aku mengenalnya saat ada training kesehatan di hotel Borobudur, seorang wanita paruh baya bernama Mbak Ning, Ningratih Satriadi lengkapnya. Acara selesai tepat pukul satu siang. Ya, aku masuk menjadi anggota PMI Yogyakarta sebulan yang lalu. Atas saran dari Wahid, tetangga kosku yang waktu itu juga dia menjadi anggota.
“Kamu kuliah dimana?”, seorang wanita tiba-tiba menanyaiku dengan nada khas Surobayanan.
“Eeh, saya sudah kerja mbak, mbengkel”. Kuterka dia pasti kaget, pebengkel kok ada di sini. Dalam acara kesehatan pula. “Salah satu anggota PMI mbak, teman-temanku memaksaku mewakili hadir dalam acara ini”. Lanjutku sebelum dia mengutarakan kebingungannya.
“Oooh, ya bagus. Wajahmu mirip dengan suamiku.” Gelegarr, lantas? “Ia meninggal setahun yang lalu, karena merokok”. Sendunya. Aku hanya mampu mendengarkan ceritanya panjang lebar masa-masa dengan suaminya. Dia menasehatiku beberapa hal tentang bahaya merokok dan lain sebagainya.
Dan sekarang aku merasakannya, penyakit yang diderita suami Mbak Ning. Kanker paru-paru seperti yang diderita kakek mampir begitu saja di tubuhku, bersarang dalam organ nafasku. Aku tak mampu mengelak ketika dokter menilaiku sebagai pecandu kopi dan rokok. Dada ini semakin sesak saja ketika mengingat orang-orang yang kusayang. Mungkin sebentar lagi akan kutinggalkan. Aku tak mendahului takdir dengan berfikiran semacam ini, tapi stadium tinggi yang divonis dokter telah melumpuhkan harapan-harapanku.
Aku masih 27 tahun, aku belum menikah, aku masih belum bisa membahagiakan orang tuaku, kerjaku masih tahap dalam perintisan, aku masih ingin belajar memaknai hidup yang sebenar-benarnya. Aku belum siap mati, tapi obat-obat ini selalu saja memojokkanku untuk benar-benar menyiapkan diri untuk itu.
Tuhan, ijinkan aku untuk memohon dalam setiap sujud panjangku. Apapun yang terjadi, Engkaulah yang mengaturnya. Do’aku untuk kedua orang tuaku dan orang-orang yang menyayangiku.
Aku terlelap memimpikan syurga-Mu yang sangat indah.

Yogyakarta, April 2014


1 komentar:

  1. Jika engkau bersedih karena kehilangan seseorang,
    Sebenarnya jauh dilubuk hatimu yang paling dalam
    Engkau sedang mensyukuri sambil terharu
    Bahwa dia pernah ada bersama-sama dengan dirimu.

    Sungguh...(kang)

    BalasHapus