Minggu, 23 Maret 2014

Al Tarikh




PEPERANGAN DUNIA SEBAGAI PERKEMBANGAN PERADABAN

Sejak zaman jahiliyyah, yaitu zaman dimana sebelum masuknya agama Islam ke kota Makkah, peperangan bukan suatu hal yang asing bagi kaum Arab pada waktu itu. Polemik-polemik yang menjadi faktor pemicu peperangan terkadang sangat tidak realistis. Muncul karena adanya ketidaksepakatan antar kabilah, saudara, perselisihan memperebutkan kepemimpinan, perebutan mata air dan padang rumput,  hingga perebutan kaum wanita.  Ayyamul ‘Arab adalah perang yang terjadi pada zaman jahiliyyah, diantaranya perang Al Basus yang terjadi antara kabilah Bakr dan Taghlib. Perang ini dipicu oleh seekor unta milik seorang perempuan tua dari kabilah Bakr yang bernama Al Basus. Kedua, perang Dahis dan Al Ghubara yang terjadi antara ‘Abasa dan Dzubyan, keduanya adalah putra Baghidh bin Raits bin Ghathafan. Tidak terkecuali dengan pemberontakan yang terjadi bertepatan dengan datangnya masa kelahiran Nabi Muhammad SAW, pasukan Abrahah menyerbu kota Makkah. Kemudian saat usia Nabi menginjak umur 14 tahun, terjadilah perang Al Fijar.
Al Ghazawat jama’ dari kata Al Ghazwah, yaitu peperangan pada masa Nabi Muhammad  SAW yang dilakukan oleh kaum  Muslimin dengan disertai oleh beliau sebanyak 27 kali peperangan. Sedangkan As Saraya jama’ dari As Sariyyah adalah peperangan atau pengiriman pasukan kaum Muslimin untuk melakukan suatu peperangan pada masa Nabi tanpa disertai beliau sebanyak 47 kali peperangan.[1] Dalam QS. Al Hajj:39 Allah SWT telah mengizinkan kepada orang-orang Muslim untuk memerangi musuhnya, yaitu orang-orang yang menentang, menyakiti, bersepakat untuk membunuh beliau Nabi Muhammad SAW.[2] Allah SWT menjelaskan tujuan yang mulia dari peperangan yang memakan banyak korban ini dengan menunjukkan beberapa sifat dan akhlak yang harus diperhatikan ketika mendapat kemenangan ataupun kekalahan. Agar tidak terkecoh oleh kehebatan dan keberanian sehingga jiwa mereka tidak tenggelam dalam kesombongan, tetapi justru mereka tawakkal kepada Allah, taat kepada-Nya dan Rasul-Nya. 
Diantara peperangan yang terjadi dalam tahun kedua hijrah, terjadilah perang Waddan, Buwath, ‘Usyairah, Dzi Amar, Badar Pertama, Qarqaratul-kadar, Badar Besar, Qainuqa’ dan Sawiq. Adanya harta ghanimah dan tawanan dalam peristiwa peperangan yang terjadi berdampak terhadap kehidupan pada masa itu. Di tahun ketiga hijrah terjadi perang Ghathafan, Bahran, Uhud, Hamraul Asad. Tetapi semuanya tidak sampai terjadi perang kecuali perang Uhud. Perang ini terjadi dengan motif balas dendam orang-orang Quraisy atas terbunuhnya teman-temannya dalam perang Badar. Kaum Muslimin mengalami kekalahan karena melanggar perintah Rasulullah untuk tidak meninggalkan bukit Uhud melainkan sibuk mencari harta rampasan perang karena dikira sudah memenangkan peperangan. Hamzah, paman Nabi sendiri dibunuh oleh Wahsyi. Perang Banu Nadlir, Dzatur-Riqa dan perang Badar Akhir terjadi pada tahun keempat hijrah. Perang Banu Nadlir terjadi karena golongan Yahudi Madinah menghianati perjanjiannya. 

Pada tahun kelima hijrah terjadi perang Banu Mus-thaliq, Khandaq (Parit) yang dipelopori oleh Salman Alfarisi, juga perang Banu Quraidlah. Perang Banu Lahyan dan perang Ghabah terjadi pada tahun keenam hijrah. Kemudian tahun ketujuh hijrah terjadi perang Khaibar. Perang Mu’tah, Pembebasan Makkah, perang Hunain dan perang Thaif di tahun kedelapan Hijrah. Karena kaum Quraisy melanggar perjanjian Hudaibiyah, maka Rasulullah memerangi mereka dengan 10.000 bala tentara untuk menaklukkan Makkah, tepat pada tanggal 20 Ramadhan. Dilanjutkan dengan perang Tabuk yang terjadi pada tahun kesembilan hijrah, tetapi tidak sampai terjadi pertempuran. 

Setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW, banyak suku-suku Arab yang kembali murtad dan menentang kekhalifahan Islam. Pada masa khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq terjadi perang Yamamah tepatnya pada bulan Desember 632 di jazirah Arab di  wilayah Yamamah. Perang perselisihan  antara Khalifah Abu Bakar dan Musailamah al-Kazzab yang mengaku sebagai nabi. Musailamah al-Kazzab berserta 7000 pasukannya berhasil melarikan diri dan  mundur ke benteng pertahanannya. Tetapi pasukan Muslim tetap maju untuk menumpas pasukan Musailamah hingga ke benteng pertahanannya dan berhasil menjebol pertahanan pasukan Musailamah. Akhirnya Musailamah dan pasukannya berusaha mempertahankan diri dengan terus melawan. Pada akhirnya Musailamah dapat ditombak oleh Wahsyi dan seluruh pasukannya dapat dikalahkan dalam pertempuran ini.
Meskipun di tengah peperangan yang berkecamuk, beliau Rasulullah SAW melaksanakan semua tugasnya dengan baik dan semangat. Tidak pernah lalai dalam urusan tertentu hingga dakwah Islam berhasil dengan gemilang. Dengan tahap-tahap perkembangan ini, jazirah Arab bisa menyaksikan kebangkitan yang penuh barakah, tidak pernah ada perkembangan yang mampu menandingi perkembangan pada zaman Nabi Muhammad SAW.[3] 
Tidak hanya itu, peperangan di masa modern juga terjadi. Pada perang dunia II, ketika Jerman menyerbu sebagian besar wilayah Eropa dengan menggunakan taktik baru yang disebut "Blitzkrieg" (perang  kilat). Taktik Blitzkrieg mencakup pengerahan pesawat terbang, tank, dan artileri. Pasukan-pasukan ini akan menerobos pertahanan musuh menyusuri front yang sempit. Pasukan Jerman mengepung pasukan lawan dan memaksa mereka untuk menyerah. Dengan menggunakan taktik Blitzkrieg, Jerman menaklukkan Polandia (diserang pada bulan September 1939), Denmark (April 1940), Norwegia (April 1940), Belgia (Mei 1940), Belanda (Mei 1940), Luksemburg (Mei 1940), Prancis (Mei 1940), Yugoslavia (April 1941), dan Yunani (April 1941).
Di timur, pertempuran perebutan kota Stalingrad terbukti menjadi titik balik yang menentukan. Menyusul kekalahan di Stalingrad pada musim dingin tahun 1942-43, pasukan Jerman mulai melakukan penarikan mundur. Pada bulan April 1945 pasukan Soviet memasuki Berlin. Di barat, serdadu Sekutu mendarat pada tanggal 6 Juni 1944 (yang dikenal dengan D-Day) di Normandia, Prancis. Dua juta lebih serdadu Sekutu meruah ke Prancis dan pada bulan Maret 1945, pasukan Sekutu melintasi Sungai Rhine dan bergerak maju menuju jantung Jerman dan Jerman Nazi menyerah pada bulan Mei 1945.[4] Wallahu A’lam[]Hikmah


[1] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, Kalam Mulia
[2] Umar Abdul Djabbar, Nurul Yaqin juz 2, Al-hikmah
[3] Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Pustaka Al Kautsar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar