Selasa, 25 Maret 2014

IHSAN BIN DAHLAN (Al Ghazali Ash-Saghir) SANTRI MUDA YANG NAKAL



Adalah Syeikh Ihsan Bin dahlan, Kiai berpengaruh pengarang kitab Sirojut-Tholibien itu, ternyata ketika masih muda nakalnya luar biasa. Hampir setiap malam nonton pertunjukan wayang. Gus Ihsan putra Kiai Dahlan pengasuh pondok pesantren “Jampes” itu, sangat terkenal lihai memainkan kesenian wayang kulit. Semua lakon wayang ia hafal luar kepala. Pernah suatu ketika, pada saat pentas wayang kulit masih berlangsung, Ihsan menyela pertunjukan dan menyalahkan lakon yang dibawakan oleh sang Dalang. Dalang itu marah sekali, dengan muka merah padam, menantang debat Ihsan tentang “Pakem Pewayangan”. Tantangan itu dilayani Ihsan, dengan syarat harus ada jurinya. Akhirnya keduanya sepakat untuk menghadap dalang yang dianggap paling tua di kota Kediri. Setelah berdebat panjang lebar, akhirnya dalang sepuh itu memutuskan yang benar adalah “Pakem” yang disampaikan Ihsan.
Meskipun Ihsan Bin Dahlan termasuk sangat nakal, namun setiap malam istiqomah ngaji sorogan kepada abahnya, pengajian prifat ini dilakukan setelah tengah malam, karena sebelum tengah malam Ihsan belum pulang dari keluyurannya. Selain nakal, Ihsan juga terkenal paling cerdas diantara saudara-saudaranya.
Kenakalan Ihsan sangat menyusahkan neneknya, Nyai Istianah. Mbah Nyai sangat prihatin dengan sepak terjang cucunya yang satu ini. Ihsan dianggap keluar dari tradisi keluarga kiai yang selalu menonjolkan akhlaqul karimah.
Suatu ketika, Ihsan diajak neneknya ziarah ke makam kakek buyutnya, Syeikh Yahuda di Nglorok, Pacitan. Setelah selesai membaca tahlil dan Al-Qur’an, Mbah Nyai berdo’a panjang, dan sebelum pamit pulang, Mbah Nyai matur kepada Syeikh Yahuda yang sudah sumare itu,”Mbah Yai, niki putu njenengan! Ihsan, menawi panggah nakal, panjenengan dunga’ake mawon mugo-mugo diparingi mati enom mawon!”.
Selang beberapa hari setelah ziarah, pada waktu tidur, Ihsan bermimpi bertemu kiai tua, memakai jubah panjang dan sorban, kakek itu membawa batu besar sekali dan batu itu dilemparkan mengenai kepala Ihsan hingga hancur dan berdarah-darah. Ihsan tersentak kaget dan terbangun dari tidurnya. Terasa dalam benaknya, perasaan takut luar biasa.
Setiap saat selalu ingat ancaman kakek tua itu,”Awas kalau terus nakal! Ngaji! Ngaji!, awas kalau tidak ngaji!”. Konon kakeknya yang menemui dirinya dalam mimpi itu adalah Syeikh Yahuda, kakek buyutnya, yang terkenal wali abdal itu.
Semenjak mengalami mimpi itu, Ihsan tidak lagi berani keluyuran malam. Ada semacam dorongan kuat sekali, untuk pergi mengembara mencari ilmu. Akhirnya Ihsan minta restu pada orang tua dan neneknya untuk berguru pada Syaikhuna Kholil di Bangkalan, Madura. Hanya sekitar dua pekan nyantri di Bangkalan, disuruh pulang oleh Mbah Yai Kholil. Kemudian mondok di Lasem hanya sekitar satu tahun dan terus pindah-pindah pondok. Ternyata tekad dan pengorbanan Ihsan yang nakal dan cerdas itu membawa hasil. Ia meraih sukses besar, menjadi seorang alim yang tidak hanya terkenal di Jawa saja. Namanya berkibar diseluruh penjuru dunia Islam. Lewat kitab karangannya “Sirojut-Tholibien” komentar kitab “Minhajul ‘Abidin” (karya terakhir Imam Al-Ghazali). Syeikh Ihsan Bin Dahlan Al-Jampasi Tsumma Al-Kadiri, dikalangan muslim timur tengah mendapat gelar “Al-Ghozali-Ash-Saghir”, karena terbukti sebagai seorang ulama yang menguasai fan tasawwuf secara mendalam.
Sebenarnya kitab-kitab karya Syeikh Ihsan Bin Dahlan banyak sekali antara lain : “Irsyadul ikhwan” menerangkan hukum merokok dan minum kopi, kemudian syarah kitab Irsyadul ‘Ibad yang berjudul “Manahiju Al Imdad” yang sampai sekarang belum diterbitkan. Pernah akan diterbitkan, dan terlebih dahulu ditashehkan kepada Syeikh Yasin Bin Isa Al Fadani, baru mendapat satu jilid, Syikh Yasin wafat.
Kitab Sirojut Tholibien karya Syeikh Ihsan Bin Dahlan, dijadikan materi kuliah dibidang tasawwuf di Al Azhar, Mesir dan perguruan-perguruan tinggi lainnya di Timur Tengah. Ketika Syeikh Ihsan masih hidup, pernah diminta raja Farouq untuk menjadi guru besar di Mesir. Namun beliau menolak. Sungguh orang tidak menyangka “Ihsan Bin Dahlan” pemuda yang dulu nakal dan bandel itu kelak akan menjadi ulama besar, pengarang kitab Sirojut-Tholibien.
Kiai Mahrusy Lirboyo pernah dawuh : “Bocah kui nek nakal, tandane pinter”. Bolehlah mbeling, asalkan sumbut (sesuai) dengan prestasinya. Jangan yang ditiru hanya nakalnya saja. Wallahu a’lam.
·         M.Ridwan Qoyyum Said, Rahasia sukses fuqoha. (Kediri Jatim : Mitra Gayatri, 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar