Adalah
Syeikh Ihsan Bin dahlan, Kiai berpengaruh pengarang kitab Sirojut-Tholibien
itu, ternyata ketika masih muda nakalnya luar biasa. Hampir setiap malam nonton
pertunjukan wayang. Gus Ihsan putra Kiai Dahlan pengasuh pondok
pesantren “Jampes” itu, sangat terkenal lihai memainkan kesenian wayang kulit.
Semua lakon wayang ia hafal luar kepala. Pernah suatu ketika, pada saat pentas
wayang kulit masih berlangsung, Ihsan menyela pertunjukan dan menyalahkan lakon
yang dibawakan oleh sang Dalang. Dalang itu marah sekali, dengan muka merah
padam, menantang debat Ihsan tentang “Pakem Pewayangan”. Tantangan itu
dilayani Ihsan, dengan syarat harus ada jurinya. Akhirnya keduanya sepakat
untuk menghadap dalang yang dianggap paling tua di kota Kediri. Setelah
berdebat panjang lebar, akhirnya dalang sepuh itu memutuskan yang benar adalah
“Pakem” yang disampaikan Ihsan.
Meskipun
Ihsan Bin Dahlan termasuk sangat nakal, namun setiap malam istiqomah ngaji
sorogan kepada abahnya, pengajian prifat ini dilakukan setelah tengah malam,
karena sebelum tengah malam Ihsan belum pulang dari keluyurannya. Selain nakal,
Ihsan juga terkenal paling cerdas diantara saudara-saudaranya.
Kenakalan
Ihsan sangat menyusahkan neneknya, Nyai Istianah. Mbah Nyai sangat prihatin
dengan sepak terjang cucunya yang satu ini. Ihsan dianggap keluar dari tradisi
keluarga kiai yang selalu menonjolkan akhlaqul karimah.
Suatu
ketika, Ihsan diajak neneknya ziarah ke makam kakek buyutnya, Syeikh Yahuda di
Nglorok, Pacitan. Setelah selesai membaca tahlil dan Al-Qur’an, Mbah Nyai
berdo’a panjang, dan sebelum pamit pulang, Mbah Nyai matur kepada Syeikh Yahuda
yang sudah sumare itu,”Mbah Yai, niki putu njenengan! Ihsan, menawi panggah
nakal, panjenengan dunga’ake mawon mugo-mugo diparingi mati enom mawon!”.
Selang
beberapa hari setelah ziarah, pada waktu tidur, Ihsan bermimpi bertemu kiai
tua, memakai jubah panjang dan sorban, kakek itu membawa batu besar sekali dan
batu itu dilemparkan mengenai kepala Ihsan hingga hancur dan berdarah-darah.
Ihsan tersentak kaget dan terbangun dari tidurnya. Terasa dalam benaknya,
perasaan takut luar biasa.
Setiap
saat selalu ingat ancaman kakek tua itu,”Awas kalau terus nakal! Ngaji!
Ngaji!, awas kalau tidak ngaji!”. Konon kakeknya yang menemui dirinya dalam
mimpi itu adalah Syeikh Yahuda, kakek buyutnya, yang terkenal wali abdal itu.
Semenjak
mengalami mimpi itu, Ihsan tidak lagi berani keluyuran malam. Ada semacam
dorongan kuat sekali, untuk pergi mengembara mencari ilmu. Akhirnya Ihsan minta
restu pada orang tua dan neneknya untuk berguru pada Syaikhuna Kholil di
Bangkalan, Madura. Hanya sekitar dua pekan nyantri di Bangkalan, disuruh pulang
oleh Mbah Yai Kholil. Kemudian mondok di Lasem hanya sekitar satu tahun dan
terus pindah-pindah pondok. Ternyata tekad dan pengorbanan Ihsan yang nakal dan
cerdas itu membawa hasil. Ia meraih sukses besar, menjadi seorang alim yang
tidak hanya terkenal di Jawa saja. Namanya berkibar diseluruh penjuru dunia
Islam. Lewat kitab karangannya “Sirojut-Tholibien” komentar kitab “Minhajul
‘Abidin” (karya terakhir Imam Al-Ghazali). Syeikh Ihsan Bin Dahlan
Al-Jampasi Tsumma Al-Kadiri, dikalangan muslim timur tengah mendapat gelar “Al-Ghozali-Ash-Saghir”,
karena terbukti sebagai seorang ulama yang menguasai fan tasawwuf secara
mendalam.
Sebenarnya
kitab-kitab karya Syeikh Ihsan Bin Dahlan banyak sekali antara lain : “Irsyadul
ikhwan” menerangkan hukum merokok dan minum kopi, kemudian syarah kitab
Irsyadul ‘Ibad yang berjudul “Manahiju Al Imdad” yang sampai sekarang
belum diterbitkan. Pernah akan diterbitkan, dan terlebih dahulu ditashehkan
kepada Syeikh Yasin Bin Isa Al Fadani, baru mendapat satu jilid, Syikh Yasin
wafat.
Kitab
Sirojut Tholibien karya Syeikh Ihsan Bin Dahlan, dijadikan materi kuliah
dibidang tasawwuf di Al Azhar, Mesir dan perguruan-perguruan tinggi lainnya di
Timur Tengah. Ketika Syeikh Ihsan masih hidup, pernah diminta raja Farouq untuk
menjadi guru besar di Mesir. Namun beliau menolak. Sungguh orang tidak
menyangka “Ihsan Bin Dahlan” pemuda yang dulu nakal dan bandel itu kelak akan
menjadi ulama besar, pengarang kitab Sirojut-Tholibien.
Kiai
Mahrusy Lirboyo pernah dawuh : “Bocah kui nek nakal, tandane pinter”. Bolehlah
mbeling, asalkan sumbut (sesuai) dengan prestasinya. Jangan yang ditiru hanya
nakalnya saja. Wallahu a’lam.
·
M.Ridwan
Qoyyum Said, Rahasia sukses fuqoha. (Kediri Jatim : Mitra Gayatri, 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar