Jika engkau bersedih karena kehilangan seseorang,
Sebenarnya
jauh dilubuk hatimu yang paling dalam
Engkau
sedang mensyukuri sambil terharu
Bahwa
dia pernah ada bersama-sama dengan dirimu.
(Kahlil
Gibran)
***
Kota Baru, awal tahun 2011
Kpd. YTH. Hannah Farida Ahmad
Jl. Kepodang 43
Kec. Perwira Mukti-Kota baru
Kab. Batam
Sumatra selatan 500007
Aku
kaget mendapatkan surat dari Jawa tanpa alamat yang jelas, disitu hanya
tertulis “Rumah Indah.com”. Dan aku langsung faham dari siapa surat itu,
ingatanku melayang pada saudaraku, Ara Fachrina. Ahh Ara.. semoga kau sehat
selalu seperti Ibu yang sering menelpon bahwa keadaan di Jawa baik-baik saja.
Bahkan Rumah Indah akan direnovasi oleh pihak Kecamatan.
Tak sabar ku membuka sampul surat berwarna coklat itu.
“Mas,
Mas Farhan,,, kita dapat surat dari Ara..!!”. Aku berteriak kegirangan. Mas
Farhan yang sedang membuat segelas kopi ikut tersenyum girang.
Kudapati buku diary warna biru muda dan lipatan lukisan
wajah Ara yang sudah usang, karena terlalu lama dilipat. Terdapat kertas kecil
yang tak lain adalah tulisan Ibu, hurufnya besar-besar, acak-acakan tapi aku
bisa membacanya. “SABAR NDUK, SEMUA AKAN KEMBALI PADA-NYA”. Aku sontak
lemas, ada apa sebenarnya ini????
Ku buka lembar pertama…
15 Januari 2008 10.20 PM
Bebe, hari ini benar-benar indah kurasa, ibu Fatimah
mengajariku menjahit sulam bunga. Sangat bagus. Meski tak sebagus punya bu
Fatimah, tapi setidaknya ada yang memujiku. Hannah, temanku sekamar di Rumah
Indah ini, dia adalah teman terbaikku di sini. Rumah Indah adalah istanaku, syurgaku, rumah kecilku,. Ini semua
berkat Dia Yang maha Kuasa lewat bu Fatimah tentunya. Terima kasih ibu, kau
adalah pelita hatiku. ^^
Lembar kedua…
17 Januari 2008 13.25
Bebe, jahitan sulamku sudah jadi. Saangat cantik,
kumpulan bunga melati putih dengan berdasar kain warna biru muda, warna
kesukaanku. Sempurna. Begitu bu Fatimah memujiku. Tak henti-hentinya senyum ini
tersungging di bibir mungilku. Entah, rasanya semua penuh dengan bunga. Ini
pertama kalinya aku menghasilkan sesuatu dari tanganku sendiri. Saat ku mematok
mataku di depan sulam itu, Hannah mengagetkanku dengan pertanyaannya, ”Ra,
ketika kau telah berhasil dalam suatu usahamu, aku yakin, kau sangat merasa
bahagia. Apakah ada yang akan kau bagi kebahagiaanmu itu ra?”. Aku langsung
tersenyum lebar sambil mengangguk. Sambil menatapku lekat tak berkedip, saking
penasaran atas jawabanku, dia bilang,”Siapa?”. Aku langsung menunjuk dadanya
dengan jari telunjukku. Ya, karena dia adalah sahabatku, dai adalah jiwaku. Itu
yang ku tahu beberapa akhir waktu ini, setelah aku masuk dalam kehidupan
mereka, Rumah Indah. Tak tahu apa sebabnya, tiba-tiba dia menitikkan air mata.
Aku bingung. Panik. Maaf Hannah, apakah
aku menyakiti hatimu?
Tes…tes…
Tak sengaja kuteteskan air mataku, membasahi lembaran
demi lembaran kertas putihmu. Ara aku kangen…
Lembar ketiga…
19 Januari 2008
Bebe, aku lagi sedih. Ibu Fatimah memarahiku gara-gara
aku menumpahkan sebotol minyak tanah di dapur dekat kompor gas bertengger. Aku
tak sengaja beb, sungguh. Kau percaya kan padaku? L tanganku tak sampai saat mengambil pengelap kaca di
samping westafel. Keseimbanganku punah dan akhirnya menyenggol sebotol minyak
tanah, ia tumpah ruah begitu saja di depan mataku, sebagian minyak tanah
mengenai badanku. Kulihat saja hal itu terjadi menimpaku. Ibu Fatimah
berteriak-teriak sambil mematikan kompor gas yang apinya sedikit membesar dari
awalnya karena terpercik minyak tanah. Untung tidak menyembur langsung di
wajahku. Sambil memarahiku dan berseru, “Kenapa kau tak patuh pada Ibu Ra? !!
Apa yang kamu lakukan?!!”. Beliau menitikkan air mata. Beb, aku tak sanggup
menjawabnya, hanya air mata tanpa suara yang mewakili gambaran hatiku saat itu.
Ibu membawaku menuju kamar mandi. Aku diaam saja menurut sambil menahan perih
hatiku. Tak pernah ibu sebegitu marahnya. “Bu, percikan air dingin ini
terkadang membuatku ngilu bu, terlebih dengan keadaan seperti ini”. Aku ingin
berkata, menyampaikan apa yang aku rasakan pada ibu, tapi lidahku kelu.
Lembar keempat…
23 Januari 2008
Bebe, Hannah kemarin bercerita padaku. Mungkin curhat
namanya. Ah, curcol sepertinya. ^^
Dia menyukai seorang laki-laki. Dan ternyata laki-laki
itu adalah Pak Farhan, seorang pengajar seni lukis di Rumah Indah ini. Satu mimggu
sekali beliau datang mengajar, sesekali membawa buku cerita berganbar untuk
anak-anak. Orangnya supel, cakep, tidak sombong, baik hati dan tentunya
menyenangkan hati. Haha. Sepertinya tidak ada yang kurang dalam dirinya.
Upppssss… kenapa aku jadi ikut-ikutan memujinya?. Dengan semangat berapi-api,
Hannah bercerita, bahwa dia seperti melihat pangeran datang menghampirinya
ketika bertemu dengannya. Hatinya dag dig dug tak keruan, seperti hanya dia
sendiri yang sedang menghadapnya. Huuufft… padahal itu hanya perasaannya saja.
Tapi sepertinya Pak Farhan orangnya cuek bahkan dingin kayak es. Dengan bahasa
isyaratku, aku bilang pada Hannah, ”Kalau kau benar-benar suka, tinggal bilang
padanya. Beres kan!”. Sok dewasa aku menasehatinya. Aku tersenyum berharap ada
kelegaan dalam raut mukanya. Hannah menatap mataku sambil menekuk wajahnya,”Masalahnya
tak sesederhana itu Ra”. Aku terpana sambil berangan-angan,”Apakah begitu ya
rasanya suka pada seorang laki-laki? Apa itu yang dinamakan cinta? Ah,, aku
pusing, ribet banget seehh…!”. Dia memegang pundakku, “Ra, jangan lupa nasinya
dihabiskan ya, kau harus minum obat!”. Hannah berlalu dengan tatapan kosong.
Aku menyimpulkan, dia lagi galau!.
Aku tersenyum simpul membaca tulisanmu ini, kau
benar-benar lucu dan imut. Sambil sesekali ku melirik pada suamiku tersayang,
dia menyeka air mataku dengan sapu tangan miliknya. “Sayang, kau harus tegar!”.
Aku menatapnya dan hanya mampu mengangguk. Ku eja baris demi baris tulisan
tanganmu yang rapi, Ara,,.
Lembar kelima…
25 Januari 2008 10.15 PM
Jika aku ditanya siapa saja temanmu? Aku selalu
menjawab “Ada tiga!, Bebe, penaku kelinci kecil dan Hannah tentunya”. Sedangkan
Ibu Fatimah adalah bagaikan malaikat penolongku. ^^
27 Januari 2008
Bebe, aku ingin merasakan jatuh cinta seperti yang
Hannah rasakan. Sepertinya indah. Kemarin Hannah dipuji pak Farhan karena
lukisannya bagus, dia melukis sebuah cangkir motif bunga dan di bawahnya
bertuliskan “My Prince, aku ingin minum secangkir cappuchino hangat bersamamu
dibawah rinai hujan”. Aku tersenyum sinis, mana bisa minum sambil hujan-hujanan,
yang ada basah semua. Huh, Hannah bener-bener lebay, Dia bilang,”Itu semua
karena cinta Ra.” Apa memang iya ya? Tapi sesegera mungkin kutepis angan-angan
itu.
29 Januari 2008 07.00
Semalem aku tidak bisa tidur Beb, mataku sanma sekali
tak ngantuk, yang ada dibenakku hanyalah rasa ingin mencintai seorang
laki-laki, huhhh…
Kenapa aku berpikiran seperti itu? Bayanganku Pak Farhan
melukiskan wajahku yang cantik ini. The magic of imagination. Aku jadi tersipu
malu sendiri. Tersenyum sendiri. Bunga bertebaran dimana-mana, tapi aku segera
sadar, seperti itukah Hannah memikirkan guru seni lukis itu? Bayangan Hannah
mara-marah sambil menangis datang menghantuiku karena kanvas Pak Farhan
bergambar wajahku. “Ra, kau tega!!”. Aku begidik sambil berdo’a, semoga itu
tidak benar-benar terjadi. Itu hanya halusinasiku saja.
Beb, angin semalam suangaat dingin menusuk tulangku
yang rapuh, hampir-hampir aku menggigil kelu karenanya, tetapi tak kusangka,
dalam setengah pejaman kedua bola mataku, Hannah menyelimutiku dengan
pelukannya. Hangat. Wahai hawa dingin, mohon enyahlah malam ini! Aku menggertak
dalam diamku. Bisu.
Ara,
air mata ini tak kuasa lagi kubendung, sungguh sangat deras. Mas Farhan
menatapku, memelukku erat
Lembar keenam…
31 Januari 2008
Bebe, kakiku ngilu sekali, seperti disayat-sayat pisau
silet. Seperti inilah yang kurasakan setahun yang lalu waktu MAPALA mengadakan
pendakian ke gunung lawu. Naik gunung. Itu hobiku. Aku suka tantangan. Ibuku
bilang itu berbahaya, tetapi hatiku tak bisa lepas dari itu semua. Dalam
perjalanan itu sepertinya aku menemukan jati diriku yang sebenarnya. Aku adalah
seorang petualang. Alam adalah kawanku. Tiba-tiba saat itu, entah kerena sebab
apa, kakiku benar-benar kaku, tak bias kugerakkan sama sekali, untung masih di
bawah. Jadi, aku tak begitu merepotkan dibawa ke rumah sakit. Aku tak kan
pernah lupa akan hal itu. Hingga vonis dokter yang mau mengamputasi kaki
kananku.. sakit apa aku? Tak ada sakit dikakiku! Hanya tak bisa kugerakkan. Itu
saja tidak lebih. Benar-benar shock dan aku sangat kecewa. Aku tidak bisa
menerima itu. Tak bisa kubayangkan aku tanpa kaki kananku. Aku buntung,,,
buntung!!! Wanita tanpa kaki sebelah! Sejak saat itu aku minta pindah dari
tempat asalku, ku paksa ibu dan ayahku. Kebumen adalah tujuan kami pindah.
Mungkin untuk sementara waktu sampai keadaanku benar-benar membaik, tapi bisa
juga untuk selamanya. Aku tak ingin teman-temanku mengetahui akan hal ini. Aku
malu dan sangat malu.
Bebe, ini untuk kedua kalinya aku merasakan ngilu di kakiku,
sekarang tak lagi yang sebelah kanan, karena sudah tak ada. Kaki kiriku
merasakan hal sama dengan kaki kananku seperti dulu. Ya Allah, apakah aku akan
kehilangan kakiku laagi? Benarkah Engkau benar-benar sayang padaku? Aku mulai
meragukan_Mu. Aku ingin memotongnya sekalian, dan aku tak merasakan sakit lagi.
Aku putus asa. Aku marah pada_Mu, aku benci!
Pandanganku kabur, samar-samar kulihat Hannah
berteriak histeris memanggil namaku,”Ara…Ara.. kau kenapa? Ya Allah..
tolooong..”. Bu Fatimah dan anak-anak lain penghuni Rumah Indah berhamburan
mendekatiku. “Ara pingsan bu!”. Hannah menangis sekeras mungkin dan anak-anak
kecil merapat tembok, takut akan teriakan Hannah.
Ara…
Aku menepuk-nepuk dadaku. Sesak.
Lembar ketujuh…
10 Februari 2008
Seminggu lebih aku terbaring di ranjang putih
memuakkan ini. Beb, kata Hannah aku tak sadar dan pingsan lamaa sekali. Kok
bisa ya? Sepertinya aku merasa tidur kemarin sore dan pagi ini aku bangun.
Rasanya aneh. Diselubungi kanan, kiri, atas, bawah putih semua. Ternyata di
rumah sakit. Beb, tapi aku sama sekali tidak lapar melainkan sungguh sangat haus. Dan aku sangat terharu
karena Hannah tetap setia menemaniku, selalu di sisiku. Hannah, kau adalah
jiwaku.
Ara,
kau tahu? Tumor yang ada dalam pita suaramu telah merembet kemana-man dan
sasaran utmanya adalah kaki. Itu mengapa kau diamputasi. Dan kau tak pernah tau
akan hal itu. Ara, sungguh kau wanita yang kuat…
15 February 2008 09.30 AM
Hari ini adalah hari kepulanganku dari rumah sakit.
Sebenarnya sudah dari empat hari yang lalu aku meminta pada bu Fatimah untuk
membawaku pulang, aku sudah tidak betah lagi di rumah sakit. Bau rumah sakit.
Itu paling menyebalkan. Tapi Hannah menasehatiku sambil tersenyum,”Ssstt,, Araa
kau tak boleh banyak bergerak dulu”. Hannah menepiskan gerak tanganku, dongkol
bin mangkel. Aku marah pada Hannah. Tak kulirik dia barang sedetik pun. Tapi
aku sendiri akhirnya yang gak tahan. Dasar Ara!^^
Dan sekarang aku benar-benar bebas beb, ibu Fatimah
dan Hannah yang menggotongku menuju kursi roda, teman setiaku setahun ini.
Mereka terlihat sangant lelah, letih. Maafkan aku Bu, Hannah. Aku sangat
menyita waktumu.
Ku
tau Ra, hatimu tak sekeras baja. Tak sekeras batu. Dan kau tak pernah menyita
waktuku sama sekali. Kau mengajariku banyak hal. Tentang ketegaran. Dan karena
aku sayang padamu Ra…
Lembar kedelapan…
15 Februari 2008 21.00
Bebe, kau harus bersembunyi, tak ada yang boleh
melihat kau atau aku akan marah!!
Bebe hanya diam mematung saja padahal aku benar-benar
mengancamnya. Kurasa Bebe malah tersenyum. ^^ ahh bebe… kau selalu membuatku
ingin memelukmu.
Beb, tak kusangka penyambutan kedatanganku di Rumah
Indah sangat begitu meriah. Di sudut-sudut rumah dipasang balon warna-warni. Aku
terpana karena pemandangan itu, anak-anak sangat ramai dan senang sekali,
karena banyak makanan tersaji. Tak ada gurat kesedihan di wajah-wajah mereka.
Mereka bersorak,”Selamat datang Araa… di Rumah Indah”. Dan yang membuatku
terkejut lagi, Pak Farhan ada diantara mereka dan beliau membawa sebuah benda,
sepertinya sebuah lukisan. Memandangku lantas mendekatiku sambil berbisik,”Ara,
selamat datang dan bergabung lagi di Rumah Indah, dan ini untukmu”. Dengan
wajah berharap aku menerima lukisan itu, hanya akan kubuka sendiri, bersama
Hannah tentunya. aku menoleh pada Hannah, dia kelihatan terpaksa tersenyum. Hmm
Apakah Hannah marah padaku yaa? Karena cemburu.
Iya
Ara.. waktu itu aku sangat cemburu, tapi aku tahu maksud Pak Farhan dengan
semua itu. Tak henti-hentinya aku menyeka air mataku yang tak kunjung berhenti
sedetik pun. Mas Farhan menyodorkan segelas air minum kepadaku.
Lembar kesembilan…
16 February 2008
Sampai di kasur aku langsung tidur, capek sekali
rasanya. Meski kasur ini tak seempuk yang ada di rumah sakit, tapi aku lebih
suka yang ini. Tidak panas apalagi bau obat. Lagi-lagi Hannah membantuku,
setelah shalat isya dengan berbaring, dalam hati kecilku berbisik,”Ya Allah,
hamba ingin bermimpi bertemu ibu dan ayahku”. Air mataku setitik bergulir.
Hannah menyekanya dan menyuruhku berdo’a sebelum mataku terpejam. Tak ada
alasan untuk menolaknya.
17 February 2008
Semalam keinginanku terkabulkan Beb, ibu dan ayahku
menemuiku dan mengajak ngobrol di beranda Rumah Indah, mereka terlihat ceria. Mereka
memelukku sangat erat. Seperti tak mau melepasnya lagi. Sungguh aku sangat
berbahagia. Ibu, ayah aku ingin bersama-sama lagi denganmu, seperti dulu,
sebelum kejadian mengerikan itu terjadi. Ibu, ayah, semoga kalian tenang di
alam sana. Amiin
Bebe basah karena air mataku. Maaf ya beb…^^
Ibu
Fatimah menemukanmu dalam keadaan tragis, terjepit diantara pintu mobil dan masih
dalam gendongan ibumu. Waktu itu kau sekitar umur 9 tahun. Kau pingsan tak
sadarkan diri. Mobil yang dikendarai ayahmu menabrak tiang listrik sekitar 200
meter dari Rumah Indah tempat kita tinggal. Aku sendiri adalah putri Ibu
Fatimah satu-satunya, ayahku meninggal karena sakit. Ara, aku tahu lika-liku
perjalanan hidupmu, karena perjalanan aku dan kamu adalah bersisian.
Lembar kesepuluh…
18 February 2008
Bebe, aku ingin Hannah memindahkan kursi goyang dari
ruang tamu ke kamarku. Aku ingin duduk di kursi itu sambil membuka lukisan dari
Pak Farhan. Hannah menyanggupi permintaanku segera. Perlahan kubuka kertas
pembungkusnya. Dan? Aku terbelalak kaget. Mataku melotot menatap kanvas itu.
“Araa, kau sangat cantik dengan jilbab itu!!!”. Hannah berteriak tepat di
telingaku. Jantungku berdetak sangat cepat, itu lukisan wajahku yang berjilbab.
Aku menerawang jauh ke masa silam, seingatku, aku tak pernah berjilbab, tak
pernah! Hanya waktu shalat saja aku memakai mukena, itu pun hanya di dalam
kamar. Darimana Pak farhan mendapat ide itu semua ya?
Aku menatap lukisan itu lekat, ya! Itu benar-benar
wajahku, mungkin bagiku terlihat aneh. Ada jilbab di sana. Dalam hati aku
mengucap syukur karena kata Hannah aku terlihat cantik, dan aku ingin
menyampaikan rasa terima kasihku pada Pak Farhan, langsung pada beliau.
Benar,
kau sangat cantik memakai jilbab itu Ra, melebihi siapapun. Karena hatimu juga
secantik wajahmu. Aku memandang lukisan itu beberapa kali, tak tahan dan dadaku
sesak karenanya. Ara,, aku sangat merindukanmu. Sangat rindu.
Lembar kesebelas
20 February 2008
Di kamar ini aku sendirian Beb, menangis sesenggukan.
Hanya kau yang menemaniku dalam kesendirianku. Dalam kesepian hatiku. Harusnya
hari ini aku berbahagia ya… akhirnya Hannah dan Pak Farhan akan bertunangan.
Mereka akan merajut benang kasih sayang. Sementara itu, aku perih dengan
lukaku. Mengapa hatiku sangat sakit Beb? Lebih sakit dari kakiku yang ngilu dan
dipotong, lebih sakit dari kaki sebelahku yang lumpuh, lebih sakit dari
tenggorokanku saat pita suaraku diambil yang katanya karena tumor bersarang di
dalamnya. Beb, sungguh sangat sakit. Aku hanya mematung, memandang lukisan
wajahku hadiah dari Pak Farhan yang tergantung di dinding kamarku. Aku
tiba-tiba ingin merobeknya, tapi aku tak sampai untuk menggapainya. Sial! Aku
ingin berteriak Beb, tapi lagi-lagi air mataku yang mampu mewakili perasaan
hatiku.
Beb, apakah ini yang dinamakan cemburu? Please! Jawab
aku Beb!
Ya
Allah, Ara, kau ternya menyimpan perasaan untuk Mas Farhan. Mengapa aku sama
sekali tak memperhatikannya. Sayang, maafkan aku. Aku tidak tahu sama sekali.
Tak kalah kagetnya, Mas Farhan terpana, bingung harus melakukan apa. Semuanya
telah terlambat. Air mataku semakin deras membanjiri Baju Mas Farhan, aku sudah
tak tahan lagi membaca lembaran-lembaran itu lagi. Sudah! Aku tak sanggup lagi.
Tapi ini adalah amanah, dan aku harus membacanya
sampai tuntas.
Lembar kesebelas…
28 February 2008
Pertunangan itu benar-benar terjadi. Dam aku tak kuasa
untuk menghadiri acara itu. Mengurung diri di kamar adalah cara terjitu yang
kulakukan. Dengan berbagai alasan yang ku lontarkan saat Hannah dan Bu Fatimah
memintaku untuk keluar kamar. Kulihat Hannah sangat sedih, tapi dia sama sekali
tak bisa memaksaku. Semuanya bingung dengan perlakuanku akhir-akhir ini. Aku
merasa, Hannah bukan lagi saudaraku, bukan lagi sahabatku, apalagi jiwaku.
Shhiiitt!!! Dia adalah pembunuh!!!
Astaghfirullahal’adziim..
Ara, kau begitu bencinya padaku karena Mas Farhan. Kenapa kau tak bercerita
langsung padaku. Tidakkah lagi kau menganggap aku bagian dari hidupmu? Padahal
aku tak pernah sekalipun menolak permintaanmu, bahkan untuk mengorbankan diriku
sendiri.
10 Maret 2008
Sejak pertunangan itu dan dilanjutkan 2 hari kemudian
akad nikahnya, hanya sesekali dua kali bertemu Hannah, dia sudah tidak lagi
sekamar denganku. Aku sudah tidak lagi butuh bantuannya, semuanya kulakukan
sendiri. Aku bisa! Bahkan mulai sekarang, kutolak Hannah berkunjung ke kamarku.
Tak sudi aku melihat wajahnya. Muak! Hanya Ibu Fatimah saja yang boleh
berkunjung ke kamarku. Mereka tidak akan pernah faham dengan keadaanku saat
ini! Tapi Hannah tak boleh tau hal ini!
Lembar keduabelas…
15 Maret 2008
Kudengar dari Bu Fatimah, Hannah akan berpamitan
denganku, dia akan ke Batam, mengikut suaminya, yaitu Pak Farhan. Seseorang
yang telah menjadikanku tahu akan rasa benci dan cemburu. Dan sekarang sakit.
Awalnya aku tak mau menemuinya tetapi Pak Farhan sendiri
yang memintaku, memohon untuk keluar. Akhirnya aku pun luluh juga. Ku terdiam
membisu mendengarkan mereka berpamitan panjang lebar, memohon do’a restu dan
aaaaaaaahhhhhhhh…. Aku ingin menampar wajahnya. Tapi Pak farhan Lagi-lagi yang
meredam amarahku dengan tatapan lembutnya. Apakah karena itu aku mempunyai
perasaan demikian kepada Pak farhan? Aku sendiri juga tak tahu persis.
Ku merasa ada sesuatu yang menetes dari hidungku, aku
segera mengelapnya. Dan itu merah! Darah segar mengalir begitu saja, aku membalikkan
kursi rodaku supaya tak terlihat oleh mereka, ku usap dengan bersih darah
menyebalkan itu, kenapa pula muncul di saat yang tidak tepat!! huhh..
Dengan cepat-cepat ku menggerakkan tanganku tanda
isyarat,”Pergilah! Aku akan baik-baik saja. Terimakasih lukisannya untuk Pak
farhan, itu sangat bagus”. Aku bertolak membelakangi mereka, menuju kamarku.
Beb, aku tak tahan lagi dengan semua ini.. Mengapa Dia memberi cobaan sebegitu
beratnya kepadaku.
Awal april 2008
Bebe samapaikan pada Hannah, permintaan maafku yang
sedalam-dalamnya dan terima kasih telah mengisi hari-hari sepiku. Aku sudah
tidak marah padanya lagi. Sekarang aku benar-benar sudah tak mempunyai kaki
lagi. Bagaimana aku tidak merepotkan semua orang yang ada di sekelilingku. Ya
Allah, ampunilah segala dosa-dosaku, dosa kedua orang tuaku, dosa orang-orang
yang menyayangiku. Amiin
Bebe, kau tidak boleh sedih… J
Braaakkk,,
Tak sempat aku menutupnya buku itu terjatuh begitu
saja dan aku hampir pingsan karenanya. Mas Farhan panik, dipapahnya aku ke
kursi panjang di ruang tamu. Dia menyodorkan segelas air putih untuk
menetralkan perasaanku.
“Mas,
kita harus pulang ke Jawa, kita harus pulang. Aku rindu dengan Ara, aku kangen
Ibu!”. Aku merengek pada Mas farhan seperti anak kecil.
“Sayang,
Ara sudah pergi, do’akan dia supaya tenang di alam sana”. Suamiku dengan bijak
menasehatiku yang tak bisa tenang.
“Tidak
mas, aku harus mengunjungi Ara, aku harus minta maaf padanya, aku harus
mendo’akannya dengan menatap makamnya, mas, kita harus mencari tiket sekarang
juga”.
Ku
lihat Mas farhan berkemas menuju agen tiket pesawat yang tak jauh dari rumah
kami tinggal. Dengan sedikit panik, aku segera menyiapkan barang-barang yang
akan dibawa selama perjalanan.
“Sayang, tapi kau harus berjanji, kau akan menjaga
kandunganmu dan tak boleh stress dengan kejadian ini. Semua adalah kehendak_Nya
dan kita tak pernah bisa melawannya”.
Sambil terisak aku menjawab,”Ya Mas, aku berjanji, kau
akan tetap selalu menemaniku kan!”.
Aku pun memeluknya erat. sangat erat sekali.
Araa, aku sangat merindukanmu.
Aku sangat menyayangimu, sangat. Mengapa kau tak
pernah terbuka denganku? Tapi ya sudahlah, itu bukah salahmu. Semoga Allah
menempatkanmu di sisi-Nya yang terindah.
*
* *
07.00 WIB
Dari kejauhan aku mendengar sayup-sayup pengumuman
dari pengeras suara. “Diharapkan penumpang Lion Air Lines untuk segera masuk
pesawat dengan mengikuti instruksi yang telah ditetapkan!”.
Aku menggandeng lengan suamiku dan berjalan menuju
pesawat. Ibu, Ara, Anak-anak, sungguh rinduku tak tertahankan…
SELESAI
Yogyakarta, 04.01.1434.18.11.2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar