Sabtu, 22 Maret 2014

TASBIH ‘BUTIRAN-BUTIRAN KECIL PENUH MAKNA’



Tasbih atau yang dalam bahasa Arab disebut dengan Subhah/Sibhah adalah butiran-butiran yang dirangkai untuk menghitung jumlah banyaknya dzikir yang diucapkan oleh seseorang, dengan lisan atau hati. Dalam bahasa sansekerta kuno, tasbih disebut dengan nama Jibmala yang berarti hitungan dzikir.
Orang berbeda pendapat mengenai asal usul tasbih. Ada yang mengatakan bahwa tasbih berasal dari India yaitu dari kebiasaan orang-orang Hindu. Ada pula orang yang mengatakan bahwa pada mulanya kebiasaaan memekai tasbih dilakukan oleh kaum Brahmana di India. Setelah Budhisme lahir, para biksu Budha menggunakan tasbih menurut hitungan Winuisme, yaitu 108 butir. Semuanya terjadi pada zaman sebelum Islam.
Kemudian datanglah Islam, yaitu agama yang memerintahkan para pemeluknya untuk selalu mengingat (berdzikir) kepada Allah SWT. Sebagai salah satu bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik . perintah berdzikir bersifat umum, artinya tanpa adanya batasan-batasan tertentu dan tidak terikat keadaan-keadaan tertentu. Berdzikir dapat dilakukan dalam setiap keadaan atau situasi, seperti berdzikir sambil berdiri, duduk, berbaring, berjalan dan lain sebagainya.
Imam Tirmidzi, Al Hakim dan Thabrani meriwayatkan sebuah hadits, dari Shofiyyah berkata :”Bahwa pada suatu saat Rasulullah SAW dating ke rumahnya. Beliau melihat empat ribu butir biji kurma yang biasa digunakan oleh Shofiyyah untuk menghitung dzikir. Beliau SAW bertanya;’Hai binti Huyay, apakah itu?’ Shofiyyah menjawab ;’itulah yang kupergunakan untuk menghitung dzikir’. Beliau SAW berkata lagi; ‘sesungguhnyaengkau lebih banyak berdzikir lebih dari itu’. Shofiyyah menyahut; ‘Ya Rasulullah, ajari aku’. Rasulullah kemudian berkata; ‘Sebutlah Maha Suci Allah sebanyak ciptaan-Nya’ “ (Hadits Shohih)
Dalam kitab Al-Kamil, Al-Mubarrad mengatakan : Bahwa  ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas ra (wafat tahun 110 H) mempunyai lima ratus butir biji zaitun. Tiap hari ia menghitung raka’at-raka’at shalat sunnahnya dengan biji itu, sehingga banyak orang yang menyebut namanya dengan ‘Dzu Nafatsat”.
Tasbih yang sering digunakan orang-orang untuk berdzikir terbuat dari macam-macam bahan seperti ‘Tasbih Akar bahar’, tasbih berwarna hitam, terbuat dari akar bahar dan berasal dari samarinda. Asal usul nama akar bahar berasal dari bahasa Arab dan Melayu. Dalam bahasa Arab, bahar berarti laut, jadi akar bahar berarti akar laut. Ada juga tasbih dari kayu kokka, kayu Liwung, kayu nogosari, kayu stigi, kayu cendana, kayu gaharu, kayu kalimasodo, kayu tesek (kayu ini tumbuh di sekitar tepi jurang pegunungan berapi yang mempunyai ketinggian yang sangat tinggi. Bila dimasukkan ke air, kayu ini akan tenggelam), kayu dewandaru, tasbih batu gajah, tasbih akik manau Kalimantan kuning, tasbih batu permata fosfor alami dan lain sebagainya.
Tasbih dari kayu kokka alami dari buah pohon besar raksasa baobab yang berada di wilayah Mesir (Timur Tengah), tasbih ini sangat unik, karena tidak akan tenggelam ketika dicelupkan ke dalam air. Kayu ini merupakan kayu tua dan bersejarah, karena keistimewaan kayu ini diantaranya adalah kayu yang dibuat bahtera kapal Nabi Nuh As dan tongkat kayu Nabi Musa As.
Bahkan dewasa ini banyak yang menggunakan tasbih digital/tasbih elektronik yang biasanya akan terdengar bunyi beep ketika mencapai hitungan ke-33. Dilengkapi dengan timer dan stopwatch serta dapat menyimpan fungsi alarm sebagai pengingat shalat 5 waktu. Ada juga tasbih digital jari (Finger Counter) yang sangat praktis dan simple. Tasbih ini menggunakan tenaga batrei arloji yang akan mati (off) sendiri secara otomatis bila tidak digunakan dalam jangka waktu tertentu, sehingga akan menghemat daya batreinya.
Yang jelas, apapun bentuk dan macam-macam tasbih, tidak dapat dipungkiri bahwa kegunaannya hanyalah untuk berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Wallahu A’lam. *Dari berbagai sumber.
[Enha-Al Muna magazine]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar